tugas sejarah
ojaa
Created on November 2, 2022
Over 30 million people build interactive content in Genially.
Check out what others have designed:
VISUAL COMMUNICATION AND STORYTELLING
Presentation
ASTL
Presentation
TOM DOLAN
Presentation
BASIL RESTAURANT PRESENTATION
Presentation
AC/DC
Presentation
ENGLISH IRREGULAR VERBS
Presentation
ALL THE THINGS
Presentation
Transcript
kelompok. 3
kerajaan
buleleng
HERLITA (ANGGOTA)
BALKHI (MODERATOR)
rozanaliya(ANGGOTA)
dibuat oleh kelompok 3, anggota :
- Agama yang dianut
- Prasasti/peninggalan Kerajaan Buleleng
- Masa kejayaan
Lambang kerajaan
6. Sosial budaya, meliputi :7. Runtuhnya Kerajaan Buleleng
5. Ekonomi
4. Kehidupan politik
3. Sistem pemerintahan dan Raja-raja
2. Letak geografis
1. Latar belakang
topik
Budaya peninggalan buleleng
kerajaanbuleleng
Kerajaan Buleleng merupakan kerajaan tertua di Bali. Kerajaan ini berkembang pada abad IX-XI Masehi. Kerajaan Buleleng diperintah oleh Dinasti Warmadewa.Kerajaan ini didirikan oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti atau Ki Barak Panji Sakti dari Wangsa Kepakisan dengan cara menyatukan seluruh wilayah Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan nama Den Bukit pada tahun 1660 yang memerintah sampai tahun 1697. Raja Buleleng sendiri adalah anak dari I Gusti Ngurah Jelantik dengan seorang selir istana bernama Si Luh Pasek Gobleg.
Latar Belakang
Kerajaan Buleleng
letak geografiskerajaan buleleng
Kerajaan Buleleng berpusat di Buleleng, Bali bagian utara. Buleleng berdekatan dengan sungai Tukad Bueleng. Disana juga terdapat sebuah puri yang disebut sebagai puri Buleleng. Puri ini umurnya lebih tua yang berada di Desa Sangket. Karakteristik wilayah Buleleng dibagi menjadi dua, yaitu dataran rendah di bagian utara dan dataran tinggi di bagian selatan. Menyatunya pantai dan pegunungan ini menyebabkan penduduk di Buleleng selalu menjunjung tinggi semboyan nyegara gunung. Konsep nyegara gunung berarti segala pemberian alam maupun dari laut maupun gunung wajib disyukuri dan selalu dijaga kesuciannya.
Gusti Ketut Jelantik bersama pengiringnya saat mengunjungi Gubernur Jenderal L.A.J.W. Sloet van de Beele di Istana Buitenzorg, tahun 1864.
sistem pemerintahan
Sistem pemerintahan kerajaan Buleleng adalah Monarki. Dalam menjalankan pemerinahan, Raja Buleleng dibantu oleh badan penasihat pusat yang disebut pakirankiran i jro makabehan. Badan ini terdiri atas senapati dan pendeta Siwa serta Buddha. Badan ini berkewajiban memberi tafsiran dan nasihat kepada raja atas berbagai permasalahan yang muncul dalam masyarakat. Senapati bertugas di bidang kehakiman dan pemerintahan, sedangkan pendeta mengurusi masalah sosial dan agama.
Gusti Alit Panji
Gusti Alit Panji adalah penguasa ketiga Kerajaan Buleleng. Beliau merupakan putra Gusti Panji Gede Danudarasta. Pada masa pemerintahannya, Buleleng berhasil lepas dari kekuasaan Mengwi pada tahun 1752. Beliau menjabat dari tahun 1732 hingga 1765 masehi.
Gusti Panji Gede Danudarasta
Gusti Panji Gede Danudarasta merupakan penguasa kedua Buleleng. Beliau merupakan putra dari I Gusti Anglurah Panji Sakti. Masa pemerintahannya sendiri tidak semulus ayahnya. Pada akhir pemerintahannya, Buleleng kalah melawan Kerajaan Mengwi sehingga pusat pemerintahan dipindahkan ke Mengwi. Gusti Panji Gede Danudarasta menjabat dari tahun 1699 hingga 1732 masehi.
I Gusti Anglurah Panji Sakti
I Gusti Anglurah Panji Sakti merupakan pendiri Kerajaan Buleleng. Beliau mendirikan Buleleng dengan mempersatukan berbagai daerah di Bali Utara. Masa pemerintahannya sendiri menjadi zaman keemasan Buleleng. Hanya saja kekuasaan Buleleng mulai goyah akibat banyaknya perebutan kekuasaan keturunannya. Beliau berkuasa dari tahun 1660 hingga 1699 masehi.
raja-raja kerajaan buleleng (wangsa Panji sakti 1660-?)
Gusti Made Singaraja
Gusti Made Singaraja adalah penguasa keenam Buleleng, Beliau merupakan keponakan dari Gusti Made Jelantik. Saat beliau berkuasa, Buleleng sudah menjadi bagian dari Karangasem. Gusti Made Singaraja mulai berkuasa pada tahun 1793 masehi. Tidak diketahui kapan berakhirnya masa jabatannya. Posisi beliau digantikan oleh anggota Kerajaan Karangasem untuk memerintah Buleleng.
Gusti Ngurah Jelantik
Gusti Ngurah Jelantik adalah penguasa kelima Buleleng. Beliau merupakan putra Gusti Ngurah Panji. Pada akhir pemerintahannya, Buleleng kembali kalah melawan Karangasem. Hal ini menjadikan Buleleng menjadi bagian dari Kerajaan Karangasem. Gusti Ngurah Jelantik menjabat dari tahun 1765 hingga 1780 masehi.
Gusti Ngurah Panji
Gusti Ngurah Panji adalah penguasa keempat Buleleng, Beliau merupakan putra Gusti Alit Panji. Gusti Ngurah Panji hanya menjabat selama setahun pada 1765 masehi.
RAJA-RAJA KERAJAAN BULELENG (WANGSA PANJI SAKTI 1849-SEKARANG)
- Gusti Made Rahi (1849-1853) Keturunan dari Gusti Ngurah Panji
- Gusti Ketut Jelantik (1854-1872) Keturunan dari Gusti Ngurah Jelantik
- Anak Agung Putu Jelantik (1929-1944) Keturunan dari Gusti Ngurah Jelantik
- Anak Agung Nyoman Panji Tisna (1944-1947) Anak dari Anak Agung Putu Jelantik; Periode Pertama
- Anak Agung Ngurah Ketut Jelantik (1947-1950) Saudara dari Anak Agung Nyoman Panji Tisna
- Anak Agung Nyoman Panji Tisna (1950-1978) Anak dari Anak Agung Putu Jelantik; Periode Kedua
- Anak Agung Ngurah Brawida (2004-2019) Cucu dari Anak Agung Nyoman Panji Tisna
1. Anak Agung Rai (?-1806) Anak dari Gusti Gede Ngurah Karangasem2. Gusti Gede Karang (1806-1818) Saudara dari Anak Agung Rai3. Gusti Gede Ngurah Pahang (1818-1822) Anak dari Gusti Gede Karang4. Gusti Made Oka Sori (1822-1825) Anak dari Gusti Gede Karang5. Gusti Ngurah Made Karangasem (1825-1849) Keponakan dari Gusti Gede Karang
Raja-raja kerajaan buleleng (wangsa karangasem ?-1849)
kehidupan politik
Rakyat Buleleng menganggap Marakatapangkaja sebagai sumber kebeneran hukum karena ia selalu melindungi rakyatanya. Marakatapangkaja membangun beberapa tempat peribadatan untuk rakyat. Salah satu peninggalan Marakatapangkaja adalah kompleks candi di Gunung Kawi (Tampaksiring). Pemerintahan Marakatapangkaja digantikan oleh adiknya, Anak Wungsu. Anak Wungsu merupakan raja terbesar dari Dinasti Warmadewa. Anak Wungsu berhasil menjaga kestabilan kerajaan dengan menanggulangi berbagai gangguan, baik dari dalam maupun luar kerajaan.
Pada tahun 989-1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana Warmadewa. Udayana memiliki tiga putra, yaitu Airlangga, Marakatapangkaja, dan Anak Wungsu. Kelak, Airlangga akan menjadi raja terbesar Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur. Menurut prasasti yang terdapat di pura batu Madeg, Raja Udayana menjalin hubungan erat dengan Dinasti Isyana di Jawa Timur. Hubungan ini dilakukan karena permaisuri Udayana bernama Gunapriya Dharmapatni merupakan keturunan Mpu Sindok. Kedudukan Raja Udayana digantikan putranya, yaitu Marakatapangkaja.
Dinasti Warmadewa didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa. Berdasarkan prasasti Belanjong, Sri Kesari Warmadewa merupakan keturunan bangsawan Sriwijaya yang gagal menaklukkan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kegagalan tersebut menyebabkan Sri Kesari Warmadewa memilih pergi ke Bali dan mendirikan sebuah pemerintahan baru di wilayah Buleleng.
Perdagangan antarpulau di Buleleng sudah cukup maju. Kemajuan ini ditandai dengan banyaknya saudagar yang bersandar dan melakukan kegiatan perdagangan dengan penduduk Buleleng. Komoditas dagang yang terkenal dari Buleleng aalah kuda. Dalam prasasti Lutungan disebutkan bahwa Raja Anak Wungsu melakukan transaksi perdagangan tiga puluh ekor kuda dengan saudagar dari Pulau Lombok. Keterangan tersebut membuktikan bahwa perdagangan pada saat itu sudah maju sebab kuda merupakan binatang besar sehingga memerlukan kapal besar pula untuk mengangkutnya.
perekonomiankerajaan buleleng
Kegiatan ekonomi kerajaan buleleng adalah pertanian. Keterangan kehidupan ekonomi masyarakat Buleleng dapat dipelajari dari prasasti Bulian. Dalam prasasti Bulian terdapat beberapa istilah yang berhubungan dengan sisitem bercocok tanam seperti sawah, parlak (sawah kering), gaga (ladang), kebwan (kebun), mmal (ladang di pegunungan), dan kasuwakan (pengairan sawah). Pada masa pemerintahan Marakatapangkaja kegiatan pertanian berkembang pesat. Perkembangan tersebut erat kaitannya dengan penemuan urut – urutan menanam padi, yaitu mbabaki (pembukaan tanah), mluku (membajak), tanem (menanam padi), matun (menyiangi), ani-ani (menuai padi), dan nutu (menumbuk padi). Selain itu kerajaan buleleng bertumpu pada kegiatan ekonomi seperti perdagangan.
Selama pemerintahan Anak Wungsu, peraturan dan hukum ditegakkan dengan adil. Masyarakat diberi kebebasan berbicara. Jika masyarakat ingin menyampaikan pendapat, mereka didampingi pejabat desa untuk menghadap langsung kepada raja. Kebebasan tersebut membuktikan Raja Anak Wungsu sangat memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya. Masyarakat Buleleng sudah mengembangkan berbagai kegiatan kesenian. Kesenian berkembang pesat pada masa pemerintahan Raja Udayana. Pada masa ini kesenian dibedakan menjadi dua, yaitu seni keraton dan seni rakyat. Dalam seni keraton dikenal penyanyi istana yang disebut pagending sang ratu. Selain penyanyi dikenal pula kesenian patapukan (topeng), pamukul (gamelan), banwal (gadelan), dan pinus (lawak). Adapun jenis kesenian yang berkembang di kalangan rakyat antara lain awayang ambaran (wayang keliling), anuling (peniup suling), atapukan (permainan topeng), parpadaha (permainan genderang), dan abonjing (permainan angklung).
sosial budaya
Pada masa pemrintahan Anak Wungsu, masyarakat Buleleng dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu golongan caturwarna dan golongan luar kasta (jaba). Pembagian ini didasarkan pada kepercayaan Hindu yang dianut masyarakat Bali. Raja Anak Wungsu juga mengenalkan sistem penamaan bagi anak pertama, kedua, ketiga, dan keempat dengan nama pengenal sebagai berikut. 1) Anak pertama dinamakan wayan. Kata wayan berasal dari wayahan yang berarti tua. 2) Anak kedua dinamakan made. Kata made berasal dari madya yang berarti tengah. 3) Anak ketiga dinamakan nyoman. Kata nyoman berasal dari nom yang berarti muda. 4) Anak keempat dinamakan ketut. Kata ketut berasal dari tut yang berarti belakang.
sosial budaya
Kehidupan sosial dari Kerajaan Buleleng adalah pada saat itu di masyarakatnya dikenal pembagian kasta/ golongan, dan ada pembagian dalam golongan pekerjaan. Pada masa pemerintahan Udayana, masyarakat hidup berkelompok dalam suatu daerah yang disebut wanua. Sebagaian besar penduduk yang tinggal di wanua bermata pencaharian sebagai petani. Sebuah wanua dipimpin seorang tetua yang dianggap pandai dan mampu mengayomi masyarakat.
Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng. Akan tetapi, tardisi megalitik msih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktikan dengan penemuan beberapa bangunan pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura Hindu. Pada masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa (975-983) pengaruh Buddha mulai berkembang di Buleleng. Agama Buddha berkembang di beberapa tempat di Buleleng seperti Pejeng, Bedulu, dan Tampaksiring. Perkembangan agama Buddha di Buleleng ditandai dengan penemuan unsur-unsur Buddha seperti arca Buddha di gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan. Agama Hindu dan Buddha mulai medapatkan peranan penting pada masa Raja Udayana. Pada masa ini pendeta Syiwa dan Brahmana Buddha diangkat sebagai salah satu penasihat raja. Sesuai dengan kepercayaan Hindu, raja dianggap penjelmaan (inkarnasi) dewa. Dalam prasasti Pohon Asem dijelaskan Anak Wungsu merupakan penjelmaan Dewa Hari (Wisnu). Bukti ini menunjukkan bahwa Raja Anak Wungsu dan rakyat Buleleng merupakan penganut waisnawa, yaitu pemuja Dewa Wisnu. Selain agama Hindu dan Buddha, di Buleleng berkembang sekte-sekte kecil yang menyembah dewa-dewa tertentu, misalnya sekte Ganapatya (penyembah Dewa Gana) dan Sora (penyembah dewa Matahari).
-Kehidupan Agama
sosial budaya
Gusti Ngurah Karangasem, raja Buleleng ke-12, dan 400 pengikutnya memilih tewas daripada menyerah saat perang di Benteng Jagaraga (1849).
GALERI
I Gusti Anglurah Panji Sakti tidak hanya menjadi pendiri dan raja pertama yang berkuasa, tetapi juga berhasil membawa Kerajaan Buleleng menikmati masa kejayaan. Pada masa pemerintahannya, kekuasaannya meluas sampai ke Blambangan di ujung Jawa Timur. Selain itu, Kerajaan Buleleng memiliki bandar dagang yang ramai karena terletak di dekat pantai. Bahkan Buleleng berperan sebagai penyalur pasokan hasil bumi dari para saudagar Bali ke berbagai daerah.
-Masa Kejayaan
sosial budaya
Pura Tirta Empul
Salah satu peninggalan Kerajaan Buleleng yang cukup indah dan wajib kamu kunjungi yaitu Pura Tirta Empul. Pura ini menjadi salah satu pemandian suci yang sangat terkenal dikalangan masyarakat Bali. Pura Tirta Empul diketahui didirikan sejak tahun 967 M oleh Raja Sri Candrabhaya Warmadewa. Pura Tirta Empul sendiri memiliki arti air dari tanah, dimana air dari Tirta Empul memang menyembul keluar. Nama Pura Tirta Empul sendiri ternyata diambil dari nama mata air yang berada di dalam pura. Air yang mengalir keluar dari Pura Tirta Empul ini akan mengalir hingga ke arah Sungai Pakerisan. Dahulu Pura ini digunakan pada saat ingin melepaskan ikatan dari dunia materi dan hidup lebih sederhana. Jika kamu ingin sekali mengunjungi Pura Tirta Empul, kamu harus datang ke daerah Tampaksiring, Bali.
prasasti peninggalan
Pura Penegil Dharma dibuat pada 915 M yang merupakan komplek Pura yang luasnya 1,5 hektar. Ada lima bangunan pura besar, di pusatnya dikelilingi oleh delapan pura lainnya. Lima pura tersebut ialah Pura Pucaking Giri (selatan), Pura Patih Patengen Agung (utara), Pura Kertapura (tengah), Pura Taman Sari Mutering Jagat Istana Dharmadyaksa (timur) dan Pura Kerta Negara Mas (istana para raja).Pura Penegil Dharma tersusun dari sebongkah batu hitam yang sudah tua dan sangat kuno. Namun batu hitam ini ternyata memiliki sesuatu yang cukup magis dan religius. Karena saat kamu datang kesana dan mulai bersembahyang di sana akan terasa sangat khusyuk. Pura Penegil Dharma adalah tempat dimana orang memohon kesabaran, maka saat sembahyang dipuja ini harus dalam keadaan bersih lahir dan batin.
Semangat!Semangat!
Pura Penegil Dharma
Selain ada Pasasti Blanjongan, masih ada dua prasasti lainnya yang merupakan peninggalan Kerajaan Buleleng. Salah satunya adalah Prasasti Malatgede yang berada di Pura Penataran Melet Tengah. Prasasti ini di temukan oleh M. M. Sukarto K. Atmodjo yang ditemukan pada tanggal 27 Februari 1965. Pada baris pertama Prasasti Malatgede ini tertulis mengenai angka saka 835 dan bulan Phalguna. Baris kedua berisikan nama-nama tokoh, sayangnya tulisan ini sudah sulit untuk bisa dibaca. Tapi ada tulisan yang terbaca dan dipercayai tertulis nama Sri Kesari Warmadewa. Baris ketiga menyebutkan nama musuh dan di barik ke empat berisi tulisan Kadya Kadya Maksa.
Prasasti Blanjong adalah salah satu peninggalan dari Kerajaan Buleleng yang cukup unik nih. Prasasti Blanjong ini cukup berbeda dengan prasasti lainnya, karena prasasti ini ditulis dalam 2 macam huruf. Huruf pertama yaitu huruf Pra-Nagari yang memakai Bahasa yang berasal dari zaman Bali Kono. Bahasa kedua yaitu Bahasa Kawi yang menggunakan Bahasa Sanskerta. Prasasti Blanjong adalah prasasti yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa yang merupakan seorang Raja Bali. Dalam Prasasti Blanjong juga di temukan kata “Walidwipa”, dimana arti kata tersebut adalah sebutan untuk Pulau Bali. Prasasti ini memuat berbagai tulisan mengenai sejarah mengenai Pulau Bali yang tertua.
Prasasti Malatgede
prasasti peninggalan
Semangat!Semangat!
Prasasti Blanjong
Pura Tirta Empul
Pura Penegil Dharma
Pada Prasasti Penempahan di baris pertama tertulis bulan Phalguna, hanya tahunnya saja yang tidak terbaca. Di baris kedua menyebutkan nama Raja Sri Kaisari, di baris ketiga menyebutkan musuh-musuh sang raja. Di baris ke empat berisikan ungkapan Kadya-kadaya maka Iki di tuggalan. Prasasti Penempahan dipercaya berasal dari masa Bali Klasik, dimana budayanya dahulu adalah Hindu Budha. Prasasti Penempahan berada di Pura Puseh Penempahan yang berada di Desa Manukaya. Baik Prasasti Malatgede dan Prasasti Penempahan ternyata juga memiliki kemiripan satu sama lainnya. Dimana kedua prasasti ini berisikan mengenai sejara peperangan para raja. Prasasti ini dituliskan dalam batu berbentuk tugu batu besar dan didalamnya terdiri dari empat baris tulisan.
prasasti peninggalan
Prasasti Penempahan
Tanggal 25 Mei 1846, seperti dikutip dari Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Daerah Bali (1983) karya Made Sutaba dan kawan-kawan, Belanda mulai melancarkan serangan dari laut maupun darat. Perlawanan rakyat Buleleng dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik yang masih punya garis keturunan dengan I Gusti Anglurah Panji Sakti.
Sepeninggal sang raja pendiri pada 1704, Kerajaan Buleleng perlahan melemah. Selain mengalami kekalahan dan takluk dari kerajaan-kerajaan lain, wilayah Buleleng juga menjadi target serangan penjajah Belanda. Berturut-turut yakni pada 1846, 1848, dan 1849, Buleleng digempur oleh Belanda. Peperangan ini merupakan rangkaian dari Perang Bali I.
Prasasti Malatgede
Prasasti Penempahan
Prasasti Blanjong
runtuhnyakerajaan buleleng
Pihak Buleleng tidak siap menerima serangan besar ini. Korban tewas berjatuhan, ribuan warga ditawan. D. Surya dalam buku berjudul Bali (2012) mengungkapkan, I Gusti Jelantik terpaksa mundur ke Gunung Batur. Namun, di perjalanan dan dalam kondisi terluka serta dikejar-kejar pasukan Belanda, ia tak mampu bertahan dan akhirnya gugur. Setelah kematian I Gusti Jelantik, Buleleng jatuh ke tangan penjajah dan menjadi wilayah kekuasaan pemerintah kolonial Hindia Belanda di Nusantara.
runtuhnyakerajaan buleleng
Kerajaan Buleleng ini merupakan kerajaan bercorak Hindu tertua di Bali yang didirikan oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti pada tarnhun 1660. Kerajaan ini mengandalkan sektor pertanian dan perdagangan untuk ekonominya. Kerajaan Buleleng mencapai masa kejayaannya saat pemerintahan I Gusti Anglurah Panji Sakti. Kerajaan ini runtuh saat Belanda menyerang. Setelah runtuh, ada beberapa prasasti/peninggalan yang ada, seperti ; Pura Tirta Empul, Prasasti Blancong, dll.
KESIMPULAN
Ada yang ingin ditanyakan?
thanks!